Politik
sebenarnya secara singkat dapat dikatakan sebagai suatu ilmu untuk memediasi
perdamamian lewat negosiasi yang diusung oleh negara-negara demokrasi. Di
dalamnya terdapat strategi untuk menciptakan hal-hal yang menjadi tujuan
tersebut, dari merasionalkan masalah sampai menyamarkan sesuatu kenyataan buruk
hingga menjadi aturan yang dapat dipaksakan menjadi suatu keyakinan. Pada
kenyataannya keputusan politik memang banyak berpihak pada ketidakadilan dalam
masyarakat tapi ada pula yang justru dapat mewujudkannya menjadi suatu kemajuan
nasional.
Pada awal perjalanan politik sebelum
ditemukannya konsep negara-negara dunia masih bersifat kesusastraan dan hanya
berkeyakinan secara filosofi. Politik pun berkembang di abad-abad pertengahan
yang melahirkan tokoh-tokoh pembukti dalam ilmu pengetahuan dengan
penemuan-penemuan yang revolusioner hingga tercetusnya aktor-aktor pada abad
18-19 sebagai pionir yang menjalankan keyakinan, ideologi dan harapan masa
mendatang negara mereka masing-masing.
Tidak ubahnya seorang remaja yang
memiliki ketidakstabilan emosi politik dunia berubah menjadi petaka hebat yang
membuat moment pada Perang Dunia I dan II. Peristiwa ini pun berakhir lewat
perjanjian-perjanjian perdamaian dan hukum kerjasama antara negara-negara yang
berkeyakinan kuat. Meski demikian "kolonialisasi" tetap saja
dirumuskan sebagai produk politik yang gamblang dibuat oleh negara-negara yang
memiliki kekuasaan lebih dari perang dunia. Hingga hari ini rumusan dalam hal
penjajahan masih diterapkan, entah mungkin penyebutan katanya saja yang berbeda
dalam hal kerjasama yang dapat merugikan.
Indonesia adalah negara yang
berhasil melawan konolialisasi secara terbuka pada tahun 1945, dengan
terbacakannya teks proklamasi oleh Soekarno. Beliau adalah salah satu aktor politik
pencipta perubahan di negara Indonesia, dengan demikian Proklamasi Indonesia
menjadi tonggak pencapaian setelah disepakatinya hari Kebangkitan Nasional
tahun 1908 dan Sumpah Pemuda tahun 1928.
Polemik pun berlanjut setelah Hari
Kemerdekaan Indonesia, dengan penolakan proposal politik untuk penjajahan
kembali lewat agresi yang memporak-porandakan hampir seluruh negara Indonesia.
Ya kita menang! atau mungkin kita menang? dikarenakan kita kalah dalam hal
politik yang dapat manggoncang kekompakan bangsa kita, ideologi kita belum
seutuhnya kuat bahkan kita hampir menjadi negara yang bermartabat tinggi tapi
peristiwa 30 September telah memecahkan lampion keemasan kita.
Kita mengenal peristiwa Tritura
sampai Reformasi yang membawa kita di usia kita yang sekarang. "Dewasanya
kita" atau "Remajanya kita" label yang pantas disandarkan negara
yang memiliki ketidakstabilan emosi, bangsa yang cepat bermusuhan bahkan tidak
segan menikam saudara sedarah seperjuangan akan masa lalu sejarah kita yang
kelam. Kita harus bersatu, merangkul dan saling peduli satu sama lain! tidak
hanya ada dalam coretan kertas.
Sumber:
Imajinasi dan empis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar