Kementerian PPN/Bappenas menggelar Forum Dialog antara
Pimpinan Bappenas bersama wartawan pokja Bappenas yang mengusung tema “Update
Masalah-Masalah Pembangunan Daerah Secara Nasional” pada Senin (19/07), pukul
11.00 – 13.00 WIB, di ruang SG 1 – 2 Bappenas, Jakarta. Acara yang dipandu oleh
Sesmen PPN/Sestama Bappenas Ir. Syahrial Loetan, MCP kali ini menghadirkan
narasumber utama yaitu Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Dr. Ir. Max Pohan, CES, MA yang didampingi oleh Direktur Kawasan Khusus dan
Daerah Tertinggal Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP; Direktur Perkotaan dan Perdesaan
Ir. Hayu Parasati, MPS; dan Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Ir. Deddy
Koespramoedyo, MSc.
Masalah pembangunan daerah dalam perspektif nasional
yang utama adalah bagaimana mengurangi kesenjangan antar wilayah. Implisit di
dalamnya adalah pengertian untuk membangun daerah-daerah yang masih relatif
tertinggal.
Strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan
antarwilayah pada dasarnya diarahkan untuk (1) mendorong pertumbuhan
wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga
momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; (2) meningkatkan
keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk
mendukung perekonomian domestik; dan (3) meningkatkan daya saing daerah melalui
pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah, (4) Mendorong percepatan
pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan
perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana; serta
(5) Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
Strategi dan arah kebijakan pengembangan di tiap
wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan
wilayah darat melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan
perencanaan wilayah laut melalui Arah Pengembangan Wilayah Laut.
Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden RI, strategi pembangunan juga mengacu pada paradigma Pembangunan untuk Semua (Development for All). Paradigma ini bertumpu pada 6 (enam) strategi dan arah kebijakan, yaitu:
Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden RI, strategi pembangunan juga mengacu pada paradigma Pembangunan untuk Semua (Development for All). Paradigma ini bertumpu pada 6 (enam) strategi dan arah kebijakan, yaitu:
Pertama, strategi pembangunan inklusif yang
mengutamakan keadilan, keseimbangan dan pemerataan. Semua pihak harus dan ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan melalui penciptaan iklim kerja untuk
meningkatkan harkat hidup keluar dari kemiskinan. Seluruh kelompok masyarakat
harus dapat merasakan dan menikmati hasil-hasil pembangunan terutama masyarakat
yang tinggal di kawasan perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, daerah
tertinggal dan daerah pulau terdepan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi harus
dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri; serta Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal,
Kawasan Perbatasan, Pulau Terdepan dan daerah pasca konflik dan pasca bencana
merupakan program yang diarahkan langsung untuk mendorong pembangunan yang
lebih inklusif.
Kedua, strategi pembangunan berdimensi kewilayahan.
Strategi pembangunan wilayah mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan
sumber daya alam, jaringan infrastruktur, kekuatan sosial budaya dan kapasitas
sumber daya manusia menyebabkan yang tidak sama untuk setiap wilayah. Strategi
pembangunan wilayah juga memperhitungkan basis daratan dan basis kepulauan atau
maritim sebagai satu kesatuan ruang yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu,
strategi pembangunan berdimesni kewilayahan memperhatikan tata ruang wilayah
Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan
Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Dengan strategi ini, kebijakan
pembangunan diarahkan untuk mengoptimalkan potensi dan keunggulan daerah dan
membangun keterkaitan antarwilayah yang solid termasuk mempercepat pembangunan
pembangkit dan jaringan listrik, penyediaan air bersih, serta pengembangan
jaringan transportasi (darat, laut dan udara) dan jaringan komunikasi untuk
memperlancar arus barang dan jasa, penduduk, modal dan informasi antarwilayah.
Ketiga, strategi pembangunan yang mendorong integrasi
sosial dan ekonomi antarwilayah secara baik. Dalam hal ini perhatian terhadap
pengembangan pulau-pulau besar, kecil dan terdepan harus dilakukan dengan
memperhatikan poteni daerah sebagai modal dasar yang dikelola secara
terintegrasi dalam kerangka geoekonomi nasional yang solid dan kuat. Dengan
kesatuan ekonomi nasional yang kuat untuk lima tahun mendatang, maka posisi
tawar Indonesia dalam globalisasi percaturan perekonomian dunia, secara
geo-ekonomi berada pada posisi yang lebih kuat, dan lebih berdaya saing. Kebijakan
untuk memperkuat integrasi sosial dan ekonomi antarwilayah diarahkan pada
pengembangan pusat-pusat produksi dan pusat-pusat perdagangan di seluruh
wilayah terutama di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Keempat, strategi pengembangan ekonomi lokal.
Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting dan mendesak sebagai upaya
memperkuat daya saing perekonomian nasional. Para gubernur, bupati dan walikota
mempunyai kewenangan yang luas dan peran dominan dalam pengembangan ekonomi
lokal. Peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam mendorong pembangunan
daerah pada intinya mempunyai arah sebagai berikut: (1) menciptakan suasana
atau iklim usaha yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang; (2)
meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti
modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar; (3) mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, dan menciptakan kebersamaan dan kemitraan
antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang; (4) memperkuat kerjasama
antardaerah; dan (5) membentuk jaring ekonomi yang berbasis pada kapasitas
lokal dengan mengkaitkan peluang pasar yang ada di tingkat lokal, regional dan
internasional; (6) mendorong kegiatan ekonomi bertumpu pada kelompok, termasuk
pembangunan prasarana berbasis komunitas; dan (7) memperkuat keterkaitan
produksi-pemasaran dan jaringan kerja usaha kecil-menengah dan besar yang
mengutamakan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah.
Kelima, strategi pembangunan disertai pemerataan
(growth with equity) yang bertumpu pada keserasaian pertumbuhan ekonomi
(pro-growth) dalam menciptakan kesempatan kerja (pro-jobs) dan mengurangi
kemiskinan (pro-poor) yang tetap berdasarkan kelestarian alam
(pro-environment). Kebijakan pembangunan diarahkan untuk memperkuat keterkaitan
antarwilayah (domestic interconnectivity), membangun dan memperkuat rantai
industri hulu hilir produk unggulan berbasis sumber daya lokal, mengembangkan
pusat-pusat produksi dan perdagangan baik di Jawa-Bali maupun di luar wilayah Jawa
Bali yang didukung dengan penyediaan prasarana dan sarana, peningkatan SDM,
pusat-pusat penelitian, pembangkit listrik dan penyediaan air bersih; serta
perbaikan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal. Sejalan dengan arah
kebijakan ini, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan salah satu
dorong untuk menciptakan dan membangun pusat-pusat pertumbuhan dan perdagangan
di seluruh wilayah.
Keenam, strategi pengembangan kualitas manusia.
Orientasi pembangunan adalah peningkatan kualitas manusia (the quality life of
the people) sebagai bagian dari penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
hak-hak dasar rakyat terutama pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja,
sanitasi dan air bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan
jaminan keamanan. Oleh sebab itu, kebijakan pembangunan akan diarahkan pada
peningkatan akses dan mutu layanan dasar termasuk pangan, pendidikan,
kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih, perumahan, sumber daya
alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan terutama bagi masyarakat yang berada
di daerah perdesaan, kawasan perbatasan, pulau-pula terluar dan daerah pasca
konflik dan pasca bencana. Dengan meningkatnya kualitas manusia, kesejahteraan
masyarakat juga akan meningkat dan membaik secara merata di seluruh wilayah.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar